MITOS
Tugas Sastra Indonesia dan Satra
Anak
Dosen Pengampu : Siti Anafiah,
S.S., M.Pd
Disusun Oleh :
Sugiyatno
10 015 087
4c
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA
TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2012
MITOS
PULUNG
GANTUNG
Mitos
pulung gantung ini dipercaya oleh masyarakat Gunung Kidul. Pulung gantung
merupakan cahaya merah yang berbentuk seperti bola api yang terbang, masyarakat percaya bila pulung gantung ini
hilang dirumah atau hinggap dipohon besar maka dapat dipastikan kalau dirumah
tersebut atau rumah yang dekat pohon besar tersebut salah satu keluarganya akan
ada yang mati dengan menggantung diri. Pulung gantung muncul pada malam hari
biasanya muncul diatas jam 19.30 WIB, pulung gantung ini diyakini masyarakat
gunung kidul sebagai simbol kematian atau pertanda buruk yang akan menimpa
seseorang dengan cara menggantung diri. Pulung gantung bisa dilihat oleh mata
telanjang, namun hanya sedikit orang saja yang mampu atau bisa melihatnya dari
kejauhan. Penamaan pulung gantung sendiri itu dulu dari kata warga gunung kidul
diambil karna cara mati seseorang tersebut dengan cara menggantung diri.
Biasanya seuatu atau hal yang menyangkut atau berkaitan dengan peristiwa
gantung diri tersebut harus dihancurkan dengan cara dibakar. Contohnya bila
menggantung dipohon atau dikusen maka pohon atau kusen rumah tersebut harus
harus dipotong dan dihancurkan dengan cara membakarnya. Masyarakat gunungkidul
berkeyakinan bila hal yang menyangkut dengan peristiwa gantung diri tersebut
tidak dihancurkan dengan cara dibakar maka pulung gantung tersebut akan datang
kedesa itu lagi dan memakan korban lagi, namun bila hal yang berkaitan dengan
pulung gantung tersebut sudah dihancurkan dengan cara membakarnya maka pulung
gantung tersebut tidak akan kembali lagi. Didesa keruk 3, Banjarhanjo,
tanjungsari, Gunung Kidul pernanah ada warga yang mati dengan gantung diri dan
masyarakat percaya bahwa warga tersebut malam hari sebelum kematiannya dengan
cara gantung diri tersebut ada salah satu warga yang menyaksikan adanya pulung
gantung yang masuk dibagian belakang rumahnya. Dan ternyata memang benar
keesokan harinya kurang lebih pukul 20.00 masyarakat menyaksikan bahwa pak Sowagiyo
salah satu kepala keluarga dirumah tersebut meninggal gantung diri disebuah
pohon kapas (September 2011) . Dan pada saat malam itu pula jenazah langsung
dimakamkan dan menurut masyarak didaerah tersebut seseorang yang meninggalnya
dengan cara tidak wajar atau gantung diri ini maka pemakamannya itu tidak wajar
pula yaitu dengan cara jenazah tidak disucikan atau tidak dimandikan terlebih
dahulu, tidak disholatkan dan perjalanan pemakaman menuju tempat pemakaman pun
hanya ada kaum ( ustad yang biasanya bertugas mensholatkan jenazah), dan empat
orang yang bertugas membawa keranda serta dua orang yang bertugas menaburkan
bunga, dua orang yang bertugas membunyikan cambuk, dua orang lagi yang bertugas
membunyikan kentongan. Masyarakat Di desa keruk, Banjarhanjo, tanjungsari,
Gunung Kidul percaya bahwa pemakaman seseorang yang gantung diri tersebut tidak
layak untuk dimakamkan selayaknya jenazah lain yang mati wajar. Dalam pemakaman
yang tidak wajar tersebut masyarakat yakin bahwa bunyi cambuk dan kentongan tersebut
bisa menolak pulung gantung tersebut supaya tidak lagi memakan keluarga korban
lagi dan dapat menolak pulung gantung supaya pergi dari desa tersebut. Untuk
memperkuat dan menghindari serta meminimalisir korban pulung gantung masyarakat
Gunung Kidul khususnya desa keruk, Banjarhanjo, tanjungsari, Gunung Kidul melakukan
ronda malam sambil membunyikan cambuk serta menabuh kentongan supaya pulung
gantung tersebut tidak kembali dan tidak memakan korban di desa itu lagi kurang
lebih selama tiga atau empat hari.
Nara
sumber :1. Sokarto keruk 2 Banjarharjo,
Tanjungsari, Gunung Kidul
2. Puji. R keruk 2 Banjarharjo, Tanjungsari,
Gunung Kidul